“Berusaha merasakan penuh kesadaran mendalam,
keinginan yang kuat serta harapan menggebu-gebu”. Kerinduan yang teramat sangat teruntuk bertaqarrub
kepada Allah di keheningan malam dengan bangun malam-malam
mengisinya dengan shalat dan ibadah. Kuatkan
rasa cinta kita kepada Allah, apalagi dengan mengerjakan sholat malam
kita akan dapat bercakap-cakap dengan Allah 'azza wa jalla lebih dekat. Betapa
tiap patah kata yang kita ucapkan benar-benar munajat kepada Allah. Meyakini bahwa Allah 'azza wa jalla pasti
akan memperhatikan dan menyaksikan apa saja yang terlintas dalam hati dan benak
kita. Memahami, seseorang
yang benar-benar ingin dicintai Allah pasti akan berusaha menyendiri
(berkhalwat) dengan-Nya, merasakan lazatnya bermunajat sepenuh hati dan
kekuatan. Sehingga akan menyebabkan tahan (kuatnya) beribadah sepanjang malam. Saat untuk menatap diri pada-Nya di
heningnya malam, mengadu menyampaikan segala kelu dan gelisah kita seharian
meratap pada-Nya, serta menjemput ketenangan jiwa.
Berusaha
Menunaikanya Berarti Kita Telah Mentaati Perintah Allah dan Rasul-Nya dan Allah
Akan mengangkat Kita ke Tempat yang Terpuji.
“Dan pada sebagian malam hari, sholat tahajjudlah kamu sebagai
ibadah nafilah bagimu,mudah-mudahan
Rabb-mu mengangkatmu ke tempat yang terpuji” [Al-Isro’:79]. Dr.
Muhammad Sulaiman Abdullah Al-Asyqor menerangkan: “At-Tahajjud adalah sholat di
waktu malam sesudah bangun tidur. Adapun makna ayat “sebagai ibadah nafilah”
yakni sebagai tambahan bagi
ibadah-ibadah yang fardhu. Disebutkan bahwa sholat lail itu merupakan
ibadah yang wajib bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan sebagai
ibadah tathowwu’ (sunnah) bagi umat beliau” (lihat Zubdatut Tafsir, hal.
375 dan Tafsir Ibnu Katsir: 3/54-55).
Ketika
Allah menyebutkan sifat-sifat orang yang bertakwa bahwa mereka: “Mereka sedikit sekali tidur di waktu
malam; dan di akhir-akhir malam mereka mohon ampun (kepada Allah)” [Adzariyat
: 17-18].
Allah
Ta’aala berfirman tentang sifat 'ibadur-Rahman: “Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud
dan berdiri untuk Tuhan mereka (Shalat malam)” [QS.
Al-Furqan: 64].
“Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya (untuk
shalat malam), sedang mereka berdo´a kepada
Tuhannya dengan rasa takut dan harap, dan mereka menafkahkan sebagian dari
rezki yang kami berikan kepada mereka. Seorangpun tidak mengetahui
apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-macam nikmat) yang
menyedapkan pandangan mata sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka
kerjakan” [QS. As-Sajdah: 16-17].
Meneladani
Rasulullah, Sebaik-baik Teladan yang Kita Diperintah untuk Mengikutinya
“Hai
orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk
shalat) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu
sedikit, atau lebih dari seperdua itu, Dan bacalah Al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan”
[Al-Muzzammil: 1-4].
Dari
aisyah -Radhiallahu ‘Anha berkata:
“Bahwasannya
Rasulullah -Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam shalat malam sampai pecah-pecah (bengkak)
kedua kakinya, lalu akupun berkata kepada Beliau: "Mengapa Anda lakukan ini wahai Rasulullah,
padahal telah diampuni dosa anda yang lalu dan yang akan datang?"
Beliau -Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda: "Tidakkah sepatutnya aku menjadi hamba
yang bersyukur” [HR. Bukhari – Muslim].
Al-Aswad
bin Yazid berkata:
“Aku
pernah bertanya kepada ‘Aisyah Radhiallaahu anha tentang shalat malam
Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam. ‘Aisyah menjawab: “Biasanya beliau tidur di awal malam, kemudian
tengah malamnya beliau bangun mengerjakan shalat malam. Bila merasa ada keperluan beliau segera
menemui istri. Beliau segera bangkit begitu mendengar seruan azan. Beliau
segera mandi bila dalam keadaan junub. Jika tidak, maka beliau segera berwudhu’
lalu berangkat (ke masjid untuk) shalat” [HR. Al-Bukhari].
Shalat
malam rasulullah sangat mengagumkan: Abu Abdillah Hudzaifah ibnul Yaman
Radhiallaahu anhu mengisahkan:
“Pada
suatu malam, aku pernah shalat tahajjud bersama Rasulullah Shalallaahu alaihi
wasalam . Beliau mengawali shalat dengan membaca surat Al-Baqarah, saya
berkata di dalam hati, “Mungkin setelah membaca kira-kira seratus ayat,
ternyata beliau terus tidak berhenti, saya berkata lagi di dalam hati,
“Mungkin, beliau selesaikan pembacaan surat Al-Baqarah. Dalam satu raka’at
ternyata beliau terus memulai surat Ali Imron kemudian terus
mem-bacanya saya berbicara di dalam hati: (mungkin) beliau mau ruku setelah
selesai Ali-Imron, ternyata beliau terus membaca surat An Nisa sampai
habis. Beliau membaca surat-surat tersebut dengan bacaan tartil. Setiap kali membaca ayat yang menyebutkan
kemahasucian Allah Ta’ala beliau selalu bertasbih (mengucapkan subhanallah). Setiap kali membaca ayat yang berisikan
permohonan, beliau pasti berdoa. Setiap kali membaca ayat yang menyebutkan
permintaan berlindung diri kepada Allah Ta’ala, beliau segera mengucapkan
ta’awwudz. Ketika ruku’ beliau membaca: Subhaana Rabbiyal ‘Adzhiim
(“Maha Suci Rabbku Yang Maha Agung”) Lama ruku’ beliau hampir sama dengan lama berdiri. Kemudian
beliau mengucapkan: Sami’allahuliman hamidah, Rabbana lakal hamdu “Allah Maha
mendengar terhadap hamba yang memuji-Nya. Ya Rabb kami, segala puji
bagi-Mu.” Kemudian beliau tegak
berdiri (i’tidal), hampir sama lamanya dengan ruku’. Kemudian
beliau sujud dan membaca: Subhaana Rabbiyal ‘A’la ( “Maha Suci Rabbku Yang Maha
Luhur.” ) Lama sujud beliau hampir
sama dengan lama i’tidal.” [HR. Muslim].
Lanjut Qiyamullail (3)
Lanjut Qiyamullail (3)
0 komentar:
Posting Komentar